Tema : Manusia dan Harapan ( Makalah Ilmu Budaya Dasar)
MAKALAH
ILMU BUDAYA SOSIAL
“MENGGAPAI HARAPAN DALAM ISLAM”
OLEH :
AHMAD LUTHFI MUBAROK
KELAS 1TA04
NPM : 10315348
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN 2015/2016
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-NYA sehingga saya dapat menyelesaikan makalah saya ini
yang berjudul “Menggapai Harapan Dalam Islam”
dengan lancar.
Saya
mohon maaf jika makalah ini kurang sempurna , semoga kritik dan saran yang saya
harapkan dapat membantu dan membangun saya , dan dapat menjadi lebih baik lagi
jikalau membuat makalah berikutnya di kemudian hari dan menjadi makalah yang
lebih sempurna.
Semoga makalah ini dapat membantu dan berguna serta menambah
wawasan bagi semua. kekurangan dan kesalahan milik saya pribadi, dan
sesungguhnya kebenaran hanya milik Allah Semata.
Depok,7 Juni 2016
Daftar Isi
BAB 1............................................................................................................
PENDAHULUAN..........................................................................................
Latar Belakang.........................................................................................
Batasan Masalah.......................................................................................
Rumusan Masalah.....................................................................................
Tujuan Penelitian.......................................................................................
Manfaat Penelitian.....................................................................................
BAB 2............................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................
I.
Berharap Dalam Pandangan Islam.................................................
II.
Indikasi Manusia Dalam Berharap.................................................
III.
Unsur-unsur untuk menggapai harapan menurut islam
a.Ikhtiar(usaha).............................................................................
b.Doa...........................................................................................
c.Tawakal.....................................................................................
IV.
Cara Allah mengabulkan harapan..................................................
V.
Hikmah ketika harapan berubah menjadi kegagalan.......................
BAB
3............................................................................................................
SIMPULAN....................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................
BAB
1
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Sudah sewajarnya bila kita,
manusia, memiliki yang namanya harapan atau impian. Sudah sepantasnya kita
mulai membangun harapan itu sendiri. Memang, dalam hidup kita memiliki target
dan gambaran kedepan. Kita perlu merencanakan hidup, dan mulailah kita membuat
rencana dengan menaburkan benih-benih harapan dalam diri kita.
Meraih sebuah harapan pun telah
ada dalam ajaran Islam. Jalan menuju sukses yang paling tepat menunjuk hanya
satu, tidak ada yang lain, karena yang tahu tentang sukses dengan segala seluk
beluknya hanya satu, ialah Allah. Ia yang menciptakan "sukses", Dia
pula yang menseting hidup dan kehidupan manusia, maka tak ada lain yang dapat
menunjukkan kecuali Dia Allah Ta'ala
Cara-cara meraih sukses yang
pasti dapat mengantarkan kita menuju sukses dunia akherat hanyalah jalan yang
ditunjukkan Allah, dan itu hanya dapat ditemukan di satu kitab yaitu Al Qur’an,
karena Al Qur’an adalah Al Huda (petunjuk), serta juga merupakan Al Bayan
(pembimbing) menuju sukses hidup meraih impian. Dan bila telah meraih
kesuksesan maka kewajiban kita adalah bersyukur kala meraih sukses
Sehingga bila kita menginginkan
keberhasilan dalam hidup dan juga meraih cita-cita, taqwa dan sikap serta
kebiasaan hidup yang baik perlu dikembangkan. Ingat kalau Allah yang membantu
kita, maka kesuksesan pasti ditangan Allah.Allah Berfirman yang artinya :
"Jadikan sabar dan sholat sebagai penolongmu" (QS. Al Baqarah : 45).
Yakinlah bahwa sabar dan
kesabaran dalam meniti dan memperjuangkan kesuksesan akan membantu kita meraih
keberhasilan yang kita cita-citakan. Sholat akan memberi energi, baik dalam
hidup dan perjuangan kita. Sholat akan menjadikan kita hidup, dan pantas
disebut menjadi orang yang hidup.
II.
Batasan Masalah
1. Harapan menurut Islam
2. Unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam menggapai harapan
3. Cara menggapai harapan
III.
Rumusan Masalah
1. Apakah
Harapan itu?
2. Unsur apa saja untuk menggapai sebuah harapan menurut
Islam
?
3. Mengapa
manusia mempunyai harapan?
4. Bagaimana
indikasi manusia dalam berharap?
IV.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui cara-cara mencapai harapan
2. Mengetahui hikmah ketika harapan tidak tercapai
V.
Manfaat Penelitian
1. Bisa mengetahui arti harapan menurut Islam
.
2. Mampu mengetahui hikmah ketika harapan menjadi kegagalan
3. Pantang menyerah dalam mencapai sebuah harapan
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
I.
Pengertian Harapan dalam Islam
Harapan
sangat erat ikatannya dengan keyakinan. Berharap, dengan kata dasar harap dan
ditambah imbuhan ber- yang terbentuk menjadi sebuah kata kerja. Yakni kita
bekerja dengan akal dan hati kita untuk menggantungkan harapan yang kita miliki
kepada Sang Pencipta agar apa yang kita harapkan dapat terwujud. Selain itu Ia
menyakini bahwa ada Zat yang berkuasa atas apa yang kita harapkan yaitu Tuhan
Yang Maha Esa. Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang
yang mempunyai harapan, misalnya Iskhaq mengharapkan lulus Ujian mengemudi,
tetapi tidak ada usaha dari seorang Iskhaq untuk belajar mengemudi, Bagaimana
mungkin Iskhaq lulus dalam ujian mengemudi.
Harapan
merupakan bagian dari fitrah manusia yang tidak mungkin ditinggalkan oleh
setiap manusia. Orang yang tidak mempunyai suatu harapan pada hakekatnya adalah manusia yang mati,
mengingat harapan merupakan titik awal manusia untuk selalu berkembang menuju
kehidupan yang lebih baik.
Islam
sendiri menganjurkan manusia untuk selalu berharap, namun dalam islam yang
dimaksud berharap yaitu berharap pada kemurahan Allah SWT, mengingat Allah SWT
adalah tuhan yang maha kuasa atas segalanya.
Allah memerintahkan kita agar hanya kepada Allah saja
hendaknya kita berharap. Oleh karena itu Imam Baihaqi menyebutkan dalam kitab
beliau “Syu’ab Al Iman” bahwa berharap pada Allah merupakan cabang iman ke 12.
Jadi kalau kita tidak berharap pada Allah atau sedikit harapan kita pada Allah
berarti tidak sempurna imannya. Kalau kita tidak berharap pada Allah berarti
ada dua masalah:
Pertama, kita akan
berdosa karena berharap pada Allah merupakan perintah Allah.
Kedua, kita akan terpentok dalam hidup, sering putus asa,
dam kehilangan solusi karena tidak ada yang dianggap bisa menyelesaikan kasus
atau memberikan solusi.
II.
Indikasi
Manusia dalam Berharap
Ibnu Qayyim al-Jauziyah (1292-1350), salah seorang ahli
fiqh dan ulama ahlus sunnah yang terkemuka kelahiran Damaskus, sempat
menggambarkan tentang harapan dalam salah satu kitabnya yang berjudul ad-Da’ wa
ad-Dawa’.
Dalam kitabnya itu, Ibnu Qayyim rahimahullah menjelaskan
tentang manusia dan harapan. Setidaknya, ada 3 indikasi manusia dalam berharap:
1.
seseorang itu
benar-benar mencintai apa yang diharapkannya. Jika kita berharap, maka sudah seharusnya kita mencintai apa yang kita
harapkan. Agar kita senantiasa terpacu dalam mewujudkan harapan.
Banyak orang di zaman sekarang yang berharap, tapi
ternyata harapannya itu hanyalah harapan kosong atau hanya angan-angan belaka.
Mereka tidak begitu mencintai apa yang diharapkannya. Sehingga hati dan dirinya
tidak begitu terpacu dengan harapan yang telah ditanamkan di dalam hatinya. Dan
apabila kita mencintai apa yang kita harapkan, maka hati kita akan semakin
terus berharap agar harapan itu bisa terwujud.
2.
seseorang itu
takut dan cemas apabila kejadiannya lain dari apa yang dia harapkan. Tentu sebagai seorang manusia yang berharap, kita tidak
mau bila apa yang telah kita harapkan ternyata tidak terjadi.
Entah sudah berapa banyak orang yang telah putus asa dan
berhenti mengejar seluruh impian mereka karena apa yang mereka harapkan
ternyata lain dengan kenyataan. Dalam hal ini, sebagai seorang yang mengaku
muslim yang taat, maka sudah seharusnya kita tidak berputus asa. Bahkan bila
kita mengaku beriman, maka seharusnya kita berprasangka baik kepada Allah.
Gantilah pola pikir berprasangka buruk kepada Allah
dengan berprasangka baik kepada Allah. Karena tidak jarang manusia yang lari
dari takdirnya. Banyak kasus ketika harapan seseorang tidak terwujud, dia pun
langsung down, tidak bangkit lagi, atau sikap negatif lainnya yang terkesan
tidak menerima apa yang ditakdirkan Allah. Maka dari itu, ubahlah pola pikir
anda dengan husnuzan, berprasangka baik kepada Allah. Karena itulah sifat
orang-orang yang beriman. Dalam pikiran orang beriman, ketika harapannya tidak
terwujud, maka di dalam pikirannya tidak mengutuk, memaki, atau menghina diri
sendiri, orang lain, atau bahkan Tuhannya. Dalam pikiran orang yang beriman
adalah:Dan inilah yang terbaik bagi saya dan masa depan saya
Memang, tidak jarang harapan itu tidak terwujud. Tapi itu
bukan berarti bahwa itu buruk. Justru mungkin ketika yang kita harapkan itu
ternyata tidak terwujud, itu adalah yang lebih baik bagi kita. Dan dengan itu
pula kita diuji, sebagaimana hati kita bisa berlapang dada dengan kehendak
Allah subhanahu wa ta’ala.
3.
seseorang yang
berharap adalah orang yang mengoptimalkan amalan dan perbuatannya demi meraih
puncak harapannya.
Bila kita berharap, maka kita perlu yang namanya kerja
lebih. Kita butuh mengoptimalkan amalan dan perbuatan kita untuk mewujudkan
harapan. Jangan biarkan harapan kita itu hanya menjadi sampah angan-angan
belaka. Tetapi wujudkanlah harapan itu dengan perbuatan kita. Karena dalam
mewujudkan harapan, kita tentu melewati yang namanya proses tantangan. Dan demi
melewatinya, kita perlu yang namanya pengoptimalan kerja kita. Apa maksudnya
optimal?
Optimal itu ada dua kriteria. Yang pertama adalah
maksimal, dan yang kedua adalah konsisten. Dalam meraih harapan, kita perlu
optimal.
Tidak sulit kita menemukan orang-orang yang gagal
mengejar harapan mereka, lantaran kurang maksimalnya usaha mereka atau usaha
mereka yang tidak konsisten dalam memaksimalkan perbuatan mereka.
III.
Unsur-unsur
untuk Menggapai Harapan Menurut Islam
Islam berpendapat bahwa jika seseorang mempunyai
suatu harapan maka seseorang tersebut harus melakukan 3 (tiga) hal untuk
mewujudkan harapan tersebut, yakni :
1. Ikhtiar (Usaha)
Ikhtiar adalah usaha manusia untuk memenuhi
kebutuhan dalam hidupnya, baik material, spiritual, kesehatan, dan masa
depannya agar tujuan hidupnya selamat sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi.
Ikhtiar harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterampilannya. Akan tetapi, jika usaha
tersebut gagal, hendaknya kita tidak berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi
dengan lebih keras dan tidak berputus asa. Agar ikhtiar atau usaha kita dapat
berhasil dan sukses, hendaknya melandasi usaha tersebut dengan niat ikhlas
untuk mendapat ridha Allah, berdoa dengan senantiasa mengikuti perintah Allah
yang diiringi dengan perbuatan baik.
2. Doa
Disamping kita melakukan usaha-usaha untuk
mewujudkan harapan tersebut, kita juga tidak boleh melupakan doa. Menurut bahasa do'a berasal dari kata
"da'a" artinya memanggil. Sedangkan menurut istilah syara' do'a berarti
"Memohon sesuatu yang bermanfaat dan memohon terbebas atau tercegah dari
sesuatu yang memudharatkan.
Pada hakekatnya segala sesuatu di dunia ini
merupakan bentuk dari kekuasan Allah SWT, jadi kita di dunia ini hanyalah
seorang budak yang lemah, hina, dan tak
punya apa-apa, Oleh karenanya kita membutuhkan pertolongan dari Allah SWT.
Ibnu Attoillah Assakandari, ulama ahli tassawuf
mengatakan dalam kitabnya (Al Hikam) bahwa, “ Agar doa kita dapat dikabulkan
oleh Allah SWT, maka doa tersebut memerlukan rukun, sayap, waktu, dan sebab.
Apabila doa cocok (sesuai) dengan
sayapnya maka doa tersebut akan terbang ke langit (menuju Allah SWT), Apabila
doa cocok (sesuai) dengan waktunya maka
doa tersebut akan diterima, Apabila
doa cocok (sesuai) dengan sebabnya maka
doa tersebut akan dikabulkan Allah SWT ”.
KH. Moh. Djamaluddin Ahmad (Pengasuh PP. Bahrul
ulum, jombang) menjelaskan lebih lanjut mengenai pendapat Ibnu Attoillah Assakandari
sebagai berikut:
Rukun doa itu
ada empat yakni:
1. خسع لله
(khusyu’
kepada Allah). Maksud
dari khusyu’ yaitu apabila kita berdoa,
fikiran kita harus fokus kepada Allah SWT, jangan memikirkan selain
Allah.
2. الØياء من الله
(malu kepada Allah). Jika kita berdoa kepada Allah maka kita harus malu
kepada Allah atas segala perbuatan yang telah kita lakukan, karena sejatinya
manusia adalah mahluk yang lemah. Tatkala berdoa kita juga harus memposisikan
diri hina, lemah, dan tak berdaya di mata Allah, karena hal itu merupakan tata
karma dalam berdoa.
3.
رجع كرام الله
(
Mengharapkan kedermawanan Allah SWT)
Sementara menurut Ibnu Attoillah sayap dari doa
sendiri itu ada dua yakni:
1. الصدق
(jujur
menghadap Allah SWT), jujur disini mempunyai arti bersungguh-sungguh , maksudnya yaitu ketika
berdoa kita harus bersungguh-sungguh dalam meminta bantuan, Tidak hanya sekedar
main-main dalam berdoa.
2. أكل الØلال
(memakan
makanan yang halal). Sejatinya makanan seseorang itu juga mempengaruhi
kualitas doa seseorang kepada Allah SWT. Jika seseorang itu selalu mengkonsumsi
barang haram atau dari hasil haram, maka doa orang tersebut tergolong kualitas
buruk. Doa orang yang demikian sulit untuk dikabulkan oleh Allah SWT. Begitu
juga sebaliknya, orang yang selalu mengkonsumsi barang halal maka doanya mudah
untuk diterima Allah SWT.
Sementara “
sebab “ agar suatu doa dapat diterima Allah yaitu dengan cara diawali dengan
membaca shalawat pada Nabi Muhammad SAW, dan diakhiri dengan shalawat pula.
3. Tawakkal
Setelah kita melakukan ikhtiar (usaha) untuk
mewujudkan suatu harapan, dan meminta
pada Allah agar Allah merealisasikan harapan tersebut. Maka kita hanya
tinggal melakukan satu hal yakni tawakkal pada Allah. Dari segi bahasa, tawakal
berasal dari kata ‘tawakala’ yang memiliki arti; menyerahkan, mempercayakan dan
mewakilkan. (Munawir, 1984 : 1687). Seseorang yang bertawakal adalah seseorang
yang menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan segala urusannya hanya kepada
Allah SWT, karena Allah SWT mempunyai hak mutlaq untuk mewujudkan atau
meniadakan suatu hal di dunia ini.
Jika kita sudah melakukan
ketiga hal tersebut maka kita tinggal menunggu keputusan Allah SWT, apakah
Allah berkehendak mewujudkan harapan kita, ataukah justru meniadakan harapan
kita.
IV.
Cara Allah
Mengabulkan Harapan
Persoalannya, yang sering alfa dalam pengetahuan
sebagian orang adalah, bagaimana Allah SWT memperkenan atau mewujudkan
harapan-harapan itu? Pemahaman terhadap jawaban pertanyaan ini penting, agar
terhindar dari prasangka buruk (su’uzzhan) terhadap diri apatah lagi terhadap
Allah SWT.
Dalam hadits riwayat Ahmad dan al-Hakim dari Abu
Sa’id dijelaskan oleh Rasulullah SAW tiga cara Allah SWT mengabulkan setiap
harapan atau do’a hamba-Nya. Dengan catatan, seorang hamba tersebut tidak
memutuskan hubungan silaturrahim dan melakukan dosa besar. Cara Allah SWT
mengabulkan harapan (do’a) tersebut adalah:
Pertama, harapan itu langsung dikabulkan atau dalam
waktu yang tidak berapa lama.
Di antara golongan manusia yang mendapat prioritas
cepatnya terkabul harapannya, sesuai dengan beberapa penjelasan hadits
Rasulullah SAW yaitu orangtua, orang yang teraniaya, pemimpin yang adil, juga
harapan kebaikan dari seseorang kepada orang lain yang jauh dari dirinya.
Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah seorang Muslim mendo’akan saudaranya yang
tidak berada dihadapannya, melainkan malaikat akan berkata: ‘Dan engkau juga
mendapatkan yang seperti itu.” (HR. Muslim).
Kedua, harapan itu ditunda di dunia dan menjadi tabungan
pahala yang akan diterima di akhirat nanti. Seringkali misalnya, keadilan di
dunia sulit didapatkan, namun percayalah keadilan akhirat pasti ada. Pengadilan
akhirat tidak pernah pandang bulu bahkan menerima sogokan dalam memvonis kasus
kehidupan di dunia. Kesadaran ini seharusnya memupuk optimis atau harapan dalam
hidup. Sebab, senantiasa berharap (raja’) atas nikmat dan ridho dari Allah SWT
merupakan akhlak yang terpuji yang mampu memupuk keimanan dan mendekatkan diri
seorang hamba kepada-Nya. Hasil kebaikan ini senantiasa akan mendapatkan
balasannya. Tidak di dunia, di akhirat pasti.
Ketiga, dijauhkan dari keburukan yang sebanding
dengan harapan itu. Dengan kata lain, Allah SWT mengabulkan harapan dengan
mengganti sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan, yaitu terhindar dari
musibah yang seharusnya menimpa kita. Atau mengganti harapan itu dengan sesuatu
yang tidak pernah kita harapkan. Mengapa? Karena Allah SWT lebih tahu apa yang
terbaik bagi kehidupan hamba-Nya (QS. Al Baqarah: 216). Sebab, Dia-lah zat yang
menguasai yang awal, yang akhir, yang zahir, yang bathin, dan Maha Mengetahui
segala sesuatu (QS. Al Hadid: 3).
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
“Sungguh menakjubkan perkara orang-orang mukmin. Karena segala urusannya
merupakan kebaikan. Ketika mendapat nikmat ia bersyukur, karena bersyukur itu
baik baginya. Ketika mendapatkan musibah ia bersabar, karena sabar itu juga
baik bagi dirinya.”
Padahal, bumi masih gratis untuk kita pijak. Langit
tidak dibayar memayungi kita. Oksigen masih tersedia untuk nafas kita. Angin
masih kita rasakan hembusannya. Waktu masih tersisa untuk berkarya. Raga masih
ada bukti kita nyata. Lalu, pantaskah kita mendustakan nikmat Allah SWT tanpa
ada alasan? Allah SWT berulang kali mempertanyakan persoalan ini agar kita
senantiasa bersyukur dan berpikir (perhatikan QS. Ar Rahman).
V.
Hikmah ketika
Harapan Berubah Menjadi Kegagalan
Dalam
kehidupan kadang-kadang kita merasakan bahwa seakan-akan harapan kita tidak
terwujud seperti keinginan kita. Meskipun kita sudah melakukan usaha
semaksimalkan mungkin untuk mewujudkan harapan itu. Kita juga sudah berdoa
sungguh-sungguh pada Allah, akan tetapi seakan-akan Allah SWT tidak peduli
terhadap doa kita. Seringkali permasalahan ini menimbulkan sebuah pernyataan
bahwa Allah SWT tidak mempunyai sifat Ar Rohman (pengasih).
Kegagalan
adalah bukti bahwa manusia memiliki keterbatasan dan kelemahan. Manusia hanya
wajib berusaha tetapi tidak wajib untuk berhasil. Manusia boleh berencana,
namun garis (takdir) kehidupan telah punya rencananya sendiri. Di sini,
kegagalan dalam hidup mengajarkan satu hal kepada kita, bahwa kita manusia
adalah makhluk yang jauh dari kesempurnaan. Yang sempurna hanyalah pemilik diri
dan jiwa manusia, dialah Allah SWT.
Di
saat kegagalan sebagai akhir dari usaha yang didapatkan, suasana yang
menyelimuti diri adalah resah, kecewa, bahkan putus asa. Kondisi saat itu
memerlukan tempat kita bersandar, nasihat yang memotivasi, dan kekuatan untuk
bangkit kembali. Sehingga harapan-harapan baru muncul sebagai pemantik potensi
yang kembali melahirkan aksi. Disinilah rekonstruksi visi sangat penting
sekali. Visi hidup, terutama sebagai Muslim sejati, tidak terbatas di dunia ini
tapi jauh menembus kehidupan ukhrawi.
Jika
keyakinan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini terpatri,
sungguh tidak akan ada ruang bagi kita untuk berhenti berharap atau berputus
asa. Karena pergantian waktu senantisa memberi nasihat, bahwa harapan masih ada
jika nafas dan kesadaran masih ada. Berhenti berharap, larut dalam alunan keputus-asaan,
adalah sebuah dosa dan bentuk mentalitas kekufuran (QS. Yusuf: 87).
Padahal
janji Allah SWT terhadap insan yang senantiasa menjaga harapan telah
dinyatakan. Allah SWT berfirman:
“Berharaplah
kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan harapanmu sekalian.” (QS. Almukmin: 60).
Allah SWT akan mengabulkan harapan bagi siapa saja yang berharap hanya
kepada-Nya (QS. Al Baqarah: 186).
Ulama
Sufi terkenal, Ibnu Attoillah memberi tanggapan mengenai hal tersebut, menurut
beliau tatkala kita mempunyai suatu harapan, dan kita sudah Ikhtiar dengan
sungguh-sungguh serta berdoa pada Allah dengan penuh harap, akan tetapi harapan
kita tidak terwujud sesuai dengan keinginan kita, maka kita tidak boleh
menganggap bahwa Allah SWT tidak peduli terhadap hamba-Nya. Perlu diketahui
bahwa Allah itu mempunyai sifat Ilmu (mengetahui) yang lebih dari pengetahuan
manusia, jadi Allah SWT sejatinya lebih mengerti apa yang lebih baik dan pantas
bagi hamba-Nya. Mungkin adakalanya ketika harapan hamba tersebut dikabulkan
Allah justru membawa hamba tersebut menuju jalan yang tidak baik, begitu juga
sebaliknya. Misalnya, ketika seseorang berharap kaya dan Allah merealisasikan
harapan tersebut, mungkin kekayaan tersebut dapat membawanya lupa kepada Allah.
Dalam
kehidupan, kita juga harus selalu mengingat dua hal, yakni:
1)
Sesuatu yang diberikan oleh Allah SWT itu belum pasti sesuai dengan keinginan
(harapan) kita.
2)
Waktu yang dipilih Allah SWT untuk memberikan sesuatu pada kita itu belum pasti
sesuai dengan waktu yang kita inginkan.
Dua
hal diatas tersebut meruju’ kembali pada pernyataan bahwa Allah SWT lebih
mengerti apa yang lebih baik dan pantas bagi diri kita (manusia).
Didalam
kitab Ihya’ Ulumuddin diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mempuyai suatu
harapan. Akan tetapi harapan nabi tidak serta merta dikabulkan oleh Allah SWT,
karena mungkin hal itulah yang pantas dan baik untuk Nabi Muhmmad SAW.
Pada
suatu hari Nabi Muhammad mendapat perintah dari Allah untuk memindahkan kiblat
umat Islam dari masjidil haram ke Baitul Maqdis. Mendapat perintah tersebut
Nabi Muhammad SAW bersedih, hal ini dikarenakan Baitul Maqdis merupakan
kiblatnya orang yahudi dan Nasrani. Beliau tidak mau menyamakan umat Islam
dengan Umat yahudi dan nasrani. Nabi SAW pun berharap agar Allah SWT
mengembalikan kiblat Umat Islam kembali ke masjidil haram. Setiap malam,
setelah shalat tahajud Nabi SAW selalu memohon pada Allah SWT sambil
menghadapkan wajah beliau kelangit dengan wajah penuh air mata. Berharap turun
wahyu pengembalian kiblat ke ke masjidil haram. Akan tetapi Allah SWT tidak
merespon doa Nabi.
Merasa
kasihan pada Nabi SAW, malaikat jibril As pun rela bersujud pada Allah SWT agar
Allah mengabulkan doa Nabi Muhammad SAW.
Allah
pun berfirman pada malaikat Jibril As: “ Jibril, aku melakukan hal teresbut dikarenakan
aku suka mendengar desah tangis kekasih-Ku (Nabi Muhammad SAW) ”.
Akhirnya
pada malam ke 480 setelah kejadian pemindahan kiblat umat Islam dari masjidil
haram ke Baitul Maqdis, Allah menurunkan wahyu yang isinya tentang pegembalian
kiblat umat Islam ke masjidil haram.
Dapat
kita simpulkan bahwa Harapan Nabi Muhammad Allah pernah tidak di kabulkan Allah
secara langsung. Hal ini dikarenakan Allah SWT lebih mengetahui apa yang pantas
dan baik bagi kekasih-Nya.
BAB 3
SIMPULAN
Harapan
merupakan bagian dari fitrah manusia yang tidak mungkin ditinggalkan oleh
setiap manusia. Orang yang tidak mempunyai suatu harapan pada hakekatnya adalah manusia yang mati,
mengingat harapan merupakan titik awal manusia untuk selalu berkembang menuju
kehidupan yang lebih baik.
Harapan akan tercapai jika sudah memenuhi 3 unsur yaitu ikhtiar , doa , dan tawakal. ketiga unsur ini harus
terpenuhi agar harapan itu tercapai .
Yang pertama ikhtiar, merupakan usaha , jika kita mempunyai harapan atau
cita cita jikalau hanya berdoa saja tapi tidak ada usaha sama aja bohong ,
Allah tidak akan merubah nasib seseorang jika orang itu sendiri tidak merubah
nasibnya sendiri yaitu dengan usaha
Yang Kedua doa , Doa ini juga ada kaitannya setelah usaha sudah dilakukan ,
jikalau seseorang sudah melakukan usaha namun dia tidak berdoa untuk Allah
,artinya seseorang itu sombong kepada Allah, usaha tanpa doa itu seperti
sia-sia usaha yang dilakukannya .
Yang ketiga tawakal, tawakal adalah berserah diri kepada Allah setelah
seseorang sudah melakukan usaha dan juga sudah berdoa untuk Allah, unsur ini
adalah tahap terakhir untuk mencapai sebuah harapan . Terkabul atau tidaknya
tergantung keputusan Allah, karena Rencana Allah SWT lebih hebat daripada apa
yang kita rencanakan atau harapkan.
Apa yang diharapkan oleh seorang hamba boleh jadi hal itu sesuatu yang
buruk baginya. Sebaliknya, apa yang tidak diharapkan boleh jadi itulah yang
terbaik untuk kita.
Allah berfirman “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu.
Dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu.
(Mengapa?) Allah maha mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS.
Albaqarah: 216).
Firman ini mengajarkan kepada kita bahwa, rencana Allah SWT terhadap diri
kita lebih hebat dari rencana yang kita buat. Oleh sebab itu, logis jika kita
dilarang berhenti berharap karena hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan
apapun.
Ada di antara kita, bahkan boleh jadi kita pernah melakukannya. Mengeluh
dan dengan tega mengatakan: “Saya tidak memiliki apa-apa dan siapa-siapa lagi
dalam hidup ini”.
Akhirnya, kehidupan yang kita lalui akan senantiasa bermuara kepada dua
hal, yakni bahagia dan kecewa. Begitulah kodrat perasaan manusia. Namun rasa
bahagia dan kecewa bisa menjerumuskan manusia ke dalam kubang kemaksiatan bila
hal itu tidak disikapi dengan bijak. Karenanya, seorang Muslim harus mampu
menjaga keadaan dirinya dalam kondisi apapun untuk senantiasa menumbuhkan
ladang kebaikan dan pahala.
DAFTAR PUSTAKA
1.
http://www.himmaba.com/2013/04/pandangan-islam-mengenai-harapan.html
2. http://islamiwiki.blogspot.co.id/2012/11/harapan-yang-benar-dan-angan-angan.html#.V1X5cCEahf1
3. http://www.hidayatullah.com/kajian/oase-iman/read/2012/07/03/2087/kenali-cara-allah-swt-mewujudkan-harapan-kita.html
4.
https://robyyuliardi.wordpress.com/2013/07/04/harapan-dalam-pandangan-islam/
5.
http://abufarras.blogspot.co.id/2012/12/meraih-impian-menurut-islam.html
6.
http://www.dakwatuna.com/2014/10/08/58027/islam-antara-impian-dan-harapan/#axzz4AqDPdmwi
7.
http://cafe-islamicculture.blogspot.co.id/2010/08/berharap-dalam-pandangan-ibnul-qayyim.html
8.
Widagdho, Joko . 1994. Ilmu budaya dasar. Solo: Bumi Aksara
9.
Ahmad, KH. Djamaluddin. 2010. Dzurratun nafissah.
Jombang: Al Muhibbin
10. Adyyana,
sunanda. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Surakarta : Universitas Muammadiyyah
surakarta
Comments
Post a Comment